Sabtu, 28 April 2018

Wajah Baru Bangsa Indonesia



Oleh : Al Azzad

Indonesia telah mengalami pergantian rezim dari masa ke masa dari orde lama, orde baru dan reformasi. Setiap rezim memiliki efektivitas nya masing-masing, tentu berdampak positif dan negatif. Hanya saja diantara masa itu mana regulasi yang menguntungkan rakyat yang artinya postitif dan mana yang merugikan rakyat yang artinya negatif. Kebijakannya seolah sama tapi berbeda atau berbeda tapi sebenarnya sama dan polanya tentunya ada yang berkelanjutan, hanya meneruskan, hanya mengkonversi, membuat program kebijakan baru atau bahkan mengadopsi yang lama atau yang berada di luar yang tentunya negara lain sebagai bentuk perbandingan. Semuanya memang dalam framing Demokrasi versi Indonesia yang sedikit berbeda dan memiliki falsafah serta landasan yang dibangun atas nilai perjuangan maupun Revolusi. 

Melihat dinamika dan perkembangan Indonesia dari masa ke masa tentu bergantung pada manusianya yang terlahir sebagai geberasi pemimpin masa depan. Kualitas manusia akan mempengaruhi ideologi negara, sebab manusia itulah yang akan menjalani dan mengimplementasi ataukah justru melawan dan memperbaharui dengan merevisi lalu direalisasikan dengan ideologi individualistik atau organisatoristik. Apapun itu tentu akan memberikan output yang berbeda pula serta implikasi yang sangat berdampak secara tajam maupun ekstrim bila tak mampu memfilter arus counternya yang akhirnya terus berjalan tanpa kendali. Sebab Indonesia mestilah dijakankan sesuai amanat undang-undang dasar 1945 dan berlandaskan pancasila yang telah disusun oleh para pendahulu yang prosesnya cukup panjanh untuk merumuskan itu semua meski redaksi bila dibaca begitu sangat singkat tapi maknanya begitu sangat mendalam dan sangat membawa manusia menjadi lebih visioner dan revokusioner. 

Kondisi akhir-akhir ini sangat mengagetkan sekaligus memberikan kesedihan sendiri untuk Indonesia sebagai pikar NKRI. Indonesia mulai dibangun sangat cepat seolah berlari mendekati garis finish yang mulai berada di dekat mata sehingga tak lagi menghiraukan depan atau belakangnya karena fokus tujuannya. Yang hal itu dalam ranah makro sangat tidak balancing pada akhirnya melupakan diantara lainnya dua, tiga empat dan seterusnya. Negara dengan segala komponennya dan instrumennya harus dibangun dengan hubungan dialogis serta interaktif dengan rakyatnya. Yang kemudian hubungan itu adalah pendekatan ssbagai bentuk representasi kebersamaan dan budaya gotong royong bahu membahu memajukan bangsa Indonesia tanpa menyimpan rasa dendam ataupun saling mengkhianati hanya karena kepentingan sesaat dan bersifat temporal semata. Tentunya semua itu untuk menjalankan visi yang sangat substansi bukan justru hanya sebatas retorika dan abstrak yang selalu dikemas dengan bentuk lelucon, guyonan maupun tingkas sepele seolah-olah sedang bermain dan memainkan alat yang hanya untuk menghibur diri lalu berusaha memamerkan ke yang lain agar menghibur yang lain karena padahal untuk membuat lainnya menjadi ingin serta justru bisa berebutan atau lainnya. 

Wajah baru bangsa indonesia saat ini semakin tidak otentik yang artinya mengakui secara implisit atau eksplisit bahwa Indonesia adalah kebanggan dan kecintaan yang tidak hanya sebatas omongan dan simbol-simbol melainkan kesadaran hati yang tinggi yang sangat mendalam diwujudkan melalui kepedulian, empati, budaya gotong royong, ramah, dan lain sebagainya. Fenomena bangsa Indonesia saat ini lebih bangga dengan sesuatu yang imperialis secara tidak langsung seperti bangga dengan branding produk tertentu baik itu berupa food, fashion, film, fantasy, bahkan pemikiran, buku, ketokohan, dan yang lainnya yang semua itu adalah bagian dari luar Indonesia, kemudian dipaksakan ke negeri sendiri agar mendapatkan lebel sebagai negara yang sama majunya dan berkembangnya seperti apa-apa yang telah digambarkan sesuai kiblat, arah, rujukan, dan referensi nya masing-masing. Memang tidak salah akan tetapi bila itu selalu menjadi ukuran yang sangat over, ektrim, bahkan radikal akan membawa dampak buruk bagi bangsa Indonesia secara otentik dan kemurnian Indonesia itu sendiri. Sebab Indonesia negara berbeda yang memiliki ciri khas tersendiri yang sangat beragam, Pluralitas, multikultural, dan heterogen. 

Bila pun negeri ini mengalami perubahan tentu harapannya ialah menjadi lebih baik tanpa menghilangkan nilai historis kebangsaan yang telah dibangun para pendahulu, majunya sesuai dengan konteksnya keindonesiaan yang tidak dipaksakan apalagi dibenturkan, keanekaragaman nya terjaga bahkan terlindungi bukan terjualkan apalagi tergadaikan, generasinya peduli akan nasib bangsanya sendiri, tidak ketergantungan sebagai watak utamanya melainkan mandiri atau berdikari terus diupayakan meski penuh tantangan, dan harapan lainnya yang melambangkan ciri khas bangsa Indonesia tanpa harus mencamploki warna asing meski indah tapi tak sesuai bangsa sendiri itu lebih baik dijauhkan. Wajah baru bangsa Indonesia era milenial inilah yang mulai hari ini dan ke depan akan mengisi, menjalankan, mengembangkan atau justru menghancurkan maupun mengalihkan serta memindahtangankan bangsa Indonesia, yang segala kemungkinan dapat terjadi. Maka perlu langkah solutif dan progresif untuk mengawalnya serta menyiapkannya bahkan mengelolanya saat ini sebelum kelak menyesal di kemudian hari. Apalagi dinamika dan tangantangan global secara internasional bisa saja semakin mengerikan yang akhirnya melebihi sitausi-situasi tensi perang dunia pertama dan kedua yang berefek pada negara Indonesia. Bila pun bangsa Indonesia akan mengalami banyak perubahan karakter, watak, pola pikir dan sebagainya tentu berharap bertransformasi  ke arah yang lebih baik dan terintegrsikan dengan sisi sejarah keindonesiaan dan kecirikhaskan indonesia yang megalir dan mendarah daging dalam tubuhnya, sehingga Indonesia serta bangsa Indonesia menjadi penentu, perumus, penata dan pengembang dunia di masa yang akan datang yang sudah saatnya mendunia untuk merawat bumi sebagai bentuk upaya dan tanggung jawab manusia terhadap alam semesta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tenggelamnya Gaya Politik Pencitraan

Oleh : Al Azzad  Ada masa dimana dulu demokrasi sempat heboh dengan model politik pencitraan yang dikemas apik sedemikian rupa. Dit...