Sabtu, 14 Juli 2018

Sebuah Fenomena Berbalik Arah


Oleh : Al Azzad 

Akhir-akhir ini dinamika kebangsaan diperlihatkan dengan femomena unik lagi menarik yang memberikan nilai positif dan negatif terhadapnya. Anak bangsa yang saling memiliki pilihan dukungan terkadang larut dalam situasi loyalitas dalam membela pilihan masing-masing. Sehingga tak jarang sebagian telah masuk dalam fanatisme yang akhirnya selalu menebarkan kebencian dan permusuhan baik di sosial media maupun di kehidupan sosial secara nyata. Nalar intelektual masyarakat di ranah publik semakin menjadi nirnalar, amoral, anomali dan destruktif. Tidak ada lagi dialog dan diskusi terbuka dengan sikap besar hati melainkan hanyalah saling serang, saling berbantahan, saling menyudutkan yang ini terjadi dari kalangan bawah sampai kepada sebagian elit. Semua ingin menjadi pemenang dan super power sehingga tak ada yang menjadi wasit atau bahkan pihak mengalah, karena mengalah pun dianggap kalah. 

Di dalam urusan kekuasaan itu selalu berlalu hukum roda berputar, yang artinya kadang di atas dan kadang di bawah atau kadang berkuasa pada posisinya dan terkadang tidak berkuasa menjadi oposisinya. Sebab setiap urusan selalu ada dinamika yang terus berkembang, sehingga setiap masa punya problematika dan punya warna kebijakan tersendiri yang tak akan bisa dipaksakan untuk selalu sama. Hanya saja perubahan ke arah perbaikan dan kemajuan sangatlah penting, itulah kenapa bila urusan dianggap tidak memberikan jawaban sebagai solusi perbaikan dan kemajuan maka selalu menginginkan sebuah perubahan maupun pergantian. Tentu semua akan berjalan dengan semestinya sesuai dengan jalur koridor yang benar berdasarkan kedaulatan rakyat karena harus mampu mensejahterakan rakyat secara keseluruhan. Semua dengan gayanya, jalannya, pilihannya, pandangannya masing-masing dan hanya saja jangan sampai pada nilai keburukan serta kekeliruan yang sistematis dengan secara sengaja membuat keburukan melalui jalan legitimasi kekuasaan yang disalahgunakan. 

Sebuah fenomena berbalik arah bangsa saat ini sangat tidak mencerminkan nilai dan azas pancasila. Dari tokoh yang berbalik arah dukungan, dari kader yang berpindah partai, dari pendukung menjadi pencela, dari valid menjadi hoax, dari benar menjadi salah, dari maju menjadi terpuruk, dari sejahtera menjadi sengsara begitu pula sebaliknya atau kebalikannya yang mungkin saja pun akan terjadi. Ini yang membuat bangsa ini bisa lemah dalam arti bukan pesimis melainkan peradaban yang semakin merosot. Harapan dan optismis selalu ada dan bahkan menjadi jiwa nasionalisme serta patriotisme, namun bila salah jalannya pun bisa saja dapat merusak dan menghancurkan sendiri sehingga bangsa ini kembali berada ditangan para penjajah, imperialis, kolonialis di era globalisasi. Negeri yang sangat kaya raya sumber daya alamnya, namun hanya sedikit manfaat serta hasilnya yang bisa didapatkan itu pun kebanyakan besar berada di kalangan elit. Manusia-manusia berkualitas pun yang saat ini mulai tak lagi hadir, karena semua hanya sibuk mencari kepentingan yang mengesampingkan kepentingan rakyat dan bangsa. 

Fenomena berbalik arah ini bila jalurnya pada sebuah nilai kemunduran maka sangat berbahaya sekali. Bila berbalik arah pada hal kebaikan dan kemajuan tentu sangat bagus serta menjadi prioritas. Apalagi para tokoh nasional, politisi dan sebagain ulama menunjukkannya dalam fenomene berbalik arah ini membuat masyarakat kebingungan dan kehilangan nilai integritas. Padahal akan jauh lebih baik bila memegang prinsip dasar yang kuat tanpa harus berbalik arah, karena semua juga bakal ada masanya sendiri sebab roda akan terus berputar tinggal bagiamana bisa bertahan atau justru mengalah lagi menyerah. Contoh sederhana sebagai analoginya bila kendaraan berada di jalan tol yang lurus kemudia ingin berbalik arah melawan arus maka sangat berbahaya, dan itu yang terus dipaksa dengan terus melakukan pembenaran sekaligus memaksakan kepentingan dengan berjuta argumentasi sebagai alasan yang terus dipaksakan logis maupun ilmiah. 

Tidak elok dan etis rasanya bila berbalik arah terhadap tujuan yang sesaat dan sesat terus dipaksakan dengan pembenaran lalu didukung oleh berbagai instumen sebagai modal kekuatan entah media, institusi dan sebagainya. Nilai budi pekerti yang diajarkan para leluhur bangsa semakin hilang dan tak lagi dihiraukan, justru yang ada ialah melakukan inovasi dengan pembaharuan yang lebih buruk pada arah dan kiblat yang notabene dari penjajah sehingga jadilah mental-mental penjajah abad modern yang secara sadar atau tidak sadar dan secara langsung atau tidak langsung merusak bangsa sendiri. Maka perlu kesadaran untuk terus memperbaikinya dan mengoreksinya agar ke depan semakin lebih baik dan jangan sampai ada lagi sebuah fenomena berbalik arah kepada burukan menjadi budaya dan pilihan untuk melakukan aksi yang tidak seusai dengan nilai kebangsaan.

3 komentar:

  1. Kita tiba disituasi yang sulit salah pemahaman akan tergelincir dan jika tidak mau memahami akan terseret.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Media mainstream membumbui melalui talkshow yang konyol.

      Hapus
  2. Kebenaran tidak bisa ditutupi. Dua akan menemukan cara dan jalannya sendiri. Kemunafikan dan kebohongan terbongkar satu demi satu.. Manusia berbudi dan berakhlak tentu tidak mau berkubang dalam lumpur kehinaan. Dia akan bangkit meninggal kan kebohongan. Sadar diri menjadi jatidirinya sebagai insan bermartabat. Melepas kehinaan menuju kebaikan. Nurani membimbing langkah memerdekakan manusia dari belenggu tipu daya setan yang bertopeng

    BalasHapus

Tenggelamnya Gaya Politik Pencitraan

Oleh : Al Azzad  Ada masa dimana dulu demokrasi sempat heboh dengan model politik pencitraan yang dikemas apik sedemikian rupa. Dit...