Kamis, 26 Juli 2018

Perjuangan Merebut Kursi Kekuasaan


Oleh : Al Azzad 

Partai politik adalah kendaraan dalam berdemokrasi untuk menjadi pemimpin dan pejabat publik yang masuk dalam pemilihan kepala daerah, legislatif dan presiden. Dengan begitu mekanisme demokrasi dapat berjalan sesuai sengan aturan yang berlaku untuk menjalankannya. Partai politik menyiapkan kader sebagai agen yang mengelola para calon pemimpin publik sesuai dengan Idealisme dan ideologi partai-partai yang ada sesuai latar belakang masing-masing partai. Tentu dalam dinamika partai politik selalu ditemukan kendala-kendala dan kendala tersebut bisa menjadi catatan penting bagi partai politik bila nantinya kadernya atau pemimpin rekrutannya bernuaikan berbagai macam masalah yang keluar dari koridor prinsipnya. Kendalan tersebut sangat beragam mulai dari tindakan kirimal korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, dan sebagainya yang sangat pribadi namun mempengaruhi partai politiknya. Akan tetapi, partai politik pun banyak yang menghasilkan kader dan pemimpin rekrutan yang berkualitas dan berintegritas untuk negeri ini. 

Hanya saja yang menjadi masalah selanjutnya ialah dalam pesta demokrasi ada aturan yang terkadang juatru dapat menyandera partai itu sendiri, bahkan juga bisa menjadikan partai tersebut kehilangan posisinya. Belum lagi biaya logistik yang sangat mahal disebabkan NKRI yang sangat luas dan besar ini. Sehingga untuk menghidupkan mesin partai politik membutuhkan operasional yang sangat signifikan bila menginginkan hasil yang maksimal dalam kontestasi berdemokrasi. Partai politik bila tanpa adanya sistem lokomotif politik sebagai bentuk kekuatan dalam gerakan mencapai dukungan suara dan sayap-sayap relawan maupun simpatisan yang militansinya tinggi, dapat dipastikan partai tersebut akan kalah justru sangat lemah bahkan sulit melakukan manuver. Sehingga cendrung lebih mengikuti koalisi yang ada yang telah dibentuk oleh partai yang telah mapan dan besar pengaruh perjuangannya. Itulah kenapa dalam setiap kali momentum partai berkoalisi menghitungkan segalanya secara kompleksitas dari akar sampai pusat dan pucuk tertinggi. 

Perjuangan merebut kursi kekuasaan seyogoyanya tidak semudah membalikkan telapak tangan ataupun semudah pengamatan, penilaian, komentar dan analisis para eks partai atau rakyat yang melihat.  Sebab dalam perjuangan merebut kursi kekuasaan tersebut dibutuhkan modal politik, lokomotif politik, logistik politik, militansi politik, deklarasi politik, dan atribusi politik lainnya. Perjuangan itu tentu dimulai dari pondasi serta bangunan partai politik yang bertujuan untuk mencapai kekuasaan secara konstitusional. Jatuh bangun, menang kalah, asam manis dan segalanya adalah menu utama problematika yang dirasakan oleh partai-partai politik tentunya. Yang jelas perjalanan politik itu didasari dengan agenda politiknya masing-masing dalam merebut kursi kekuasaan melalui kontestasi demokrasi. Berbagai macam metode dapat dilakukan selama tidak melanggar aturan dengan memunculkan isu-isu politik yang ada sebagai bentuk dinamika dan dialektika politik tentunya. 

Sebab bila nanti perjuangan dalam merebut kursi kekuasaan diraih oleh partai pemenang, maka berhak untuk mengeluarkan berbagai macam kebijakan sebagai bentuk misi politik dalam merekonstruksi pemerintahan dalam hal ini adalah negara. Agenda partai politik dijabarkan menjadi sebuah kebijakan yang sifatnya bisa regulatif, distributif, alternatif, akomodatif, konstruktif dan lain sebagainya sebagai bentuk cara mengelola kekuasaan dalam bernegara. Tentu semua harus sesuai amanat undang-undang yang telah dirumuskan oleh dewan wakil rakyat sebagai bentuk dari pengejawantahan dari pancasila, uud 1945, uud sampai level bawahnya. Partai pemenang yang merebut kursi kekuasaan baik diparlemen dan di presiden menjadi hak sepenuhnya dalam menjalankan roda pemerintahan dengan agenda kebijakan-kebijakan yang telah disusun melalui kampanye yang telah dilalui dari visi, misi dan program-programnya yang ditawarkan kepada rakyat melihat kondisi perkambangan pemerintahan dari satu kekuasaan terdahulu menuju ke arah kekuasaan yang baru. Estafet kekuasaan merupakan ritual demokrasi bila terjadinya pergantian kemenangan, namun bila masih bertahan dalam memenangkan maka tinggal meneruskan dan melanjutkan agenda selanjutnya saja yang memang dibatasi dalam 2 periode kekuasaannya. 

Tentu dalam kontestasi demokrasi merebut kursi kekuasaan haruslah dengan cara-cara yang bijaksana, rakyat perlu diedukasi terhadap pendidikan politik yang benar dan jangan sampai justru rakyat kecil hanya dieskploitasi semata dalam mempengaruhi suara. Rakyat sama-sama diajak maju dan membangun negera dengan partisipasi yang tinggi sekaligus diberikan jaminan atas janji kampanye sebagai program yang pro rakyat. Jangan sampai rakyat dibodohi secara sistematis secara politik dikarenakan tingkat pengetahuan dan kesadaran serta intelektulitas yabg rendah menjadi alat penjarahan secara politik. Sebagi pemimpin dan pejabat publik semestinya harus bersikap penuh kenegarawanan dengan etika politik secara normatif, jangan karena merasa dukungan besar menjadikan sikap superior, fleksibel dan agresif yang diperlihatkan sekaligus ditonjolkan seolah negara merasa dipundak sendiri. Sebab kekuasaan dan jabatan ada masanya tidak selamanya dan sebagai manusia yang menjalankan sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, maka semua itu adalah amanah yang semuanya akan dimintai pertanggung jawabannya kelak baik sekecil atau sebesar apapun kebijakan, perbuatan, program, agenda dan sebagainya yang bermanfaat atau maslahat atau justru sebaliknya menjadi tanggung jawab besar tentunya. Maka kesadaran sebagai moralitas kebangsaan dalam politik mesti harus dijunjung tinggi, agar setiap kepemimpinan yang dijalani adalah tujuan mulia dan tujuan yang berkemajuan untuk kedaulatan bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tenggelamnya Gaya Politik Pencitraan

Oleh : Al Azzad  Ada masa dimana dulu demokrasi sempat heboh dengan model politik pencitraan yang dikemas apik sedemikian rupa. Dit...