Kamis, 30 Agustus 2018

Persekusi Bagian Dari Demokrasi


Oleh : Al Azzad 

Dalam demokrasi selalu ada perbedaan dan perbedaan itu dilindungi secara hukum bila memang tidak melanggar. Demokrasi itu ada yang oposisi atau di luar pemerintahan dan ada yang posisi atau berada di pemerintahan sebagai pemegang kekuasaan atas kemenangan. Tidak sampai disitu pula, demokrasi menghadirkan situasi yang namanya persekusi kepada yang tidak sepemahaman, artinya perlakuan diluar tindakan hukum oleh individu maupun kelompok sebagai oknumnya. Namun demokrasi pun menghadirkan situasi ganda yakni intervensi kepada perangkat negara atau instrumen negara atau komponen negara untuk menghadang kelompok yang berbeda karena dinilai mengancam kekuasaan ataupun menggoyang kursi sekaligus singgasana kekuasaan. Sistem demokrasinya mungkin pilihan yang cukup baik, hanya saja manusia yang menjalankan sistem tersebut belum cukup baik baik secara intelektual, spritual, sosial, emosional, manajerial dan profesional. Karakter manusia yang berdemokrasi masih sangat jauh bahkan cendrung kontradiktif dan bertolak belakang dengan sistem demokrasi yang bangun. Sehingga demokrasi bagaikan sebuah sistem yang setiap kepala negara akan berbuah haluan sesuai dengan cita rasa model kekuasaan yang diinginkan. 

Idealnya dalam berdemokrasi ialah sepakat untuk tidak sependapat dan sepakat untuk tetap bermufakat menjunjung tinggi martabat demi situasi yang maslahat. Artinya tentu ada yang sepemahaman adapula yang bersebrangan, namun tetap taat hukum dan konstitusi yang dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Hanya saja saat ini alat demokrasi mulai lemah mengalami distorsi dan diskresi yang sangat jelas, menjadi jelas bahwa demokrasi akan lumpuh kepada kekuasaan dan negara tidak dapat memegang ideologi serat netralitas dalam mengayomi masyarakat yang berbeda pandangan. Sepertinya para pemimpin tidak belajar dari setiap pemimpin dan rezim terdahulu, bahkan malah melakukan replikasi dan duplikasi kejahatan demokrasi seperti sejarah masa lalu sebagai bentuk putusan yabg dianggap legal dan dilegitimasi. Demokrasi pun tidak hanya persoalam pada sistemnya, melainkan pada sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya dan tentu otoritas penuh kepada golongan penguasa yang memiliki kekuasaan atas kemenangan melalui kontestasi demokrasi. Di sanalah akan terlihat kepada siapa sistem demokrasi jatuh berada ditangan siapa dan bagaimana manusia-manusia itu menjalankan sistem demokrasi karena kemenangan atas kekuasaanya. 

Persekusi bagian dari demokrasi bukan hal baru dan bukan pula hal tabu. Sebab realitanya itu dibiarkan, dipertontonkan, diwadahi bahkan difasilitasi serta bisa disistemisasi sedemikian rupa melalui alat kekuasaan. Persekusi seolah menjadi alat penguasa secara implisit yang tidak diperlihatkan secara publik namun fakta dan realitasnya ada. Tentunya penguasa akan menghadirkan edukasi secara publik yang ditampakkan secara eksplisit dan jelas bahkan melalui media-media sebagai framing penambah cita rasa kemesannnya agar terlihat indah dan rapi. Persekusi adalah bagian demokrasi untuk membumkan kelompok bersebrangan dan untuk mengahantam golongan yang berbeda pandangan serta menghantam Individu yang kritis terhadap kekuasaan. Itulah kenapa perskusi menjadi halal, legal dan sangat aktual dalam demokrasi. Ini sudah tebrukti melalui sejarah di masa lalu baik ketika orde lama dan orde baru, mungkin hanya istilahnya saja yang belum lahir namun esensi dan substansi serta modelnya serupa. Bila tidak ingin mengambil resiko dalam keadaan ini maka dekatlah pada penguasa serta ikutalah berada dibarisannya dijamin aman serta mendapatkan perlindungan bahkan kekuatan untuk menekan atau mengintimidasi setiap lawan-lawan yang ada. Namun bila memilih untuk berjuang dalam keadilan dan kebenaran maka kritislah terhadap penguasa maka bersiaplah mendapatkan menu perskusi hasil demokrasi secara implisit atau bahsa lain secara tidak tampak, ghaib, dan tertutup. Karena yang kritis akan libas habis dan yang sinis pada yang kritis akan diperlakuakn manis. 

Menyampaikan pendapat, pandangan dan pemikiran yang berbeda di tempat umum secara publik adalah hak setiap warga negara sebagaimana pula bila menyampaikan yang membela atau mendukung adalah hak setiap warga negara. Hanya sjaa negara harus tetap menegakkan keadilan untuk dapat melindungi, mengayomi, dan memfasilitasi kepada kedua belah pihak yang bersebrangan secara adil, proporsional, dan profesional. Bukan bekerja hanya sekedar kerja, kerja, kerja tapi kerja karena tekanan intervensi atau kerja karena image atau pencitraan dan karena kerja untuk kepentingan korporasi dan kelompok lains sehingga membelok dengan janji dan komitmen. Melainkan kerja benar-benar bekerja secara totalitas yakni kerja integritas, cerdas, ikhlas, tuntas, spritualitas, dan profesionalitas. Bila hanya sekedar bekerja maka buruh dan tukang pun berkerja, bila hanya sekedar membela maka premanisme dan brutalisme pun saling membela dalam kejahatan. Jangan sampai negara mengambil musuh dari internal bangsa sendiri atau memusuhi anak bangsa karena perbedaan pandangan sehingga menggangap kawan setia pada negara asing yang hakikatnya ialah musuh besar dan ancaman besar negara. Meskipun di dalam kebangsaan sendiri adanya kelompok perusak, pengkianat, preman, penghancur dan sebagainya harus diadili secara hukum dan undang-undang yang berlaku.

Pesekusi bagian dari demokrasi bukan hal yang aneh lagi di mata publik. Karena begitulah adanya selalu menghadirkan kekacauan di masyarakat yang berlindung atas alat negara dan penguasa. Semakin frontal bentuk kritisisme personal dan kelompok maka semakin represif dan dekat persekusi kepadanya. Semakin eksplisit sinisme personal dan kelompok pada yang kritis maka semakin kebal hukum dan mendapatkan standar ganda kepadanya. Demokrasi otoriter pun dirasakan meskipun kemasannya melalui simbol dan slogan sederhana, merakyat dan pencitraan. Otoriter tidak melulu berlatarbelakang militer karena sipil pun berpotensi dan bukti sejarah telah banyak menceritakannya. Model demokrasi otoriter itu selalu dua yakni demokrasi otoriter secara mutlak yang artinya pelakunnya langsung terlihat sebagai pimpinan atas penguasa dan terlihat jelas. Kemdian demokrasi otoriter secara abstrak yang artinya pelakunya dibalik orangnya secara tidak langsung yang menajdi kendali dan sutradara dibalik layar. Maka persekusi telah menjadi budaya demokrasi yang mengakar secara radikal. Hal ini harus dihancur leburkan sebelum negara menjadi lemah dan hancur berantakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tenggelamnya Gaya Politik Pencitraan

Oleh : Al Azzad  Ada masa dimana dulu demokrasi sempat heboh dengan model politik pencitraan yang dikemas apik sedemikian rupa. Dit...