Senin, 10 September 2018

Tenggelamnya Gaya Politik Pencitraan


Oleh : Al Azzad 

Ada masa dimana dulu demokrasi sempat heboh dengan model politik pencitraan yang dikemas apik sedemikian rupa. Ditampilkan seolah sangat sederhana, merakyat, wong cilik, ndeso, senyam senyum, cengar cengir, guya guyu, canda tawa, guyonan dan hal-hal yang dianggap selama ini politik selalu tegang serta kaku. Namun teori tentang politik pencitraan hanya sebatas gelembung politik yang sangat mudah dan rentah pecah atau meledak. Dulu terbantu dengan alat yang cukup efektif bernama sosial media yang kemudian berlanjut sampai pada framing media konvensional atau mainstream. Teori kepemimpinan yang sedang dikonstruksi melalui media massa atau online merupakan gaya gerakan politik masa kini untuk mensosialisasikan dirinya agar mendapatkan perhatian sekaligus keprercayaan pada rakyat, supaya diberikan amanah menjadi pemimpin negara yang akan menjalani kompleksitas kegiatan kenegaraan yang tidak gampang dan enteng. Kompetisi memperebutkan posisi dan jabatan strategis teetinggi di negara ini menjadi keinginan banyak pihak baik politisi, pengusaha maupun para aktivis. 

Situasi negeri ini pernah dilanda politik pencitraan sehingga demam pada satu tokoh hasil framing media dan mengidolakan tokoh sebagai bagian pemimpin yang empati selayaknya sama susahnya dengan rakyat nya dan dianggap akan pemimpin negara sama rasa dan sama harapan yang dibawa. Namun ternyata realitas Politik menafsirkan berbeda, sehingga situasinya juatru bertolak belakang dan sangat kontradiksi dari kenyataan yang diwujudkan dalam bingkai kesejahteraan. Karena ternayata hanya mampu mengelola negara dengan cara-cara bungkus kemasan tanpa isi, menghabiskan kas negara tanpa mampu mengendalikan ekonomi, memakmurkan satu golongan tetapi menfaikan jumlah sebagian besar banyak golongan lain, salah dalam memilih kaki tangan untuk membantu kinerja menjadi pergantian orang terus menerus, sampai pada ketidakmampuan membangun narasi negara yang lebih konkrit dan rill di segala sektor. Hanya terbawa dan dibawa pada keadaan cerita-cerita dongeng, cerita curhat, dan cerita seperti anak kecil menceritakan pengalaman liburan maupun pengalaman sekolahnya. 

Tenggelamnya gaya politik pencitraan ini dikarenakan pula oleh counter dari sosial media yang mampu melacak jejak digital dan bisa mem blow up, show up, dan display kembali kelakuan pemimpin yang dulunya lahir dari media massa dan online. Politik pencitraan tidak memberikan banyak urgensi dan dampak positif melainkan lebih banyak jatuh serta terjebak pada hal negatif serta hal-hal remeh temeh yang sangat tidak esensial dan substansial bagi keberlangsungan dalam mengelola negara. Yang lebih celaka lagi ialah sebagain besar rakyat kecil justru masih terjebak pada doktrin politik pencitraan, terkesima dengan hal yang rekayasa, antusias dengan sesuatu yang tidak ada urgensinya, terkena mantra framing media untuk membanggakan sosok hasil dari politik pencitraan, suka menelan mentah-mentah terhadap apa yang didapatkan dari output politik pencitraan, bahkan terbawa suasana kenangan masa lalu yang buruk hanya karena politik pencitraan dan fanatisme dalam memberi dukungan sehingga nalar intelektual, akal sehat serta daya kritis hilang begitu saja. Ironi dalam demokrasi refirmasi yang saat ini terjebak pada dinamika politik pencitraan hasil dari agenda setting partai dalam mengkemas sosok kadernya untuk ditawarkan ke rakyat. 

Tentu model dari hal semacam ini akan hilang dan tentu tak lagi dihormati sekaligus diminati. Maka Tenggelamnya gaya politik pencitraan adalah keniscayaan rakyat yang semakin hari semakin cerdas dan kritis karena cepatnya mendapatkan segala informasi yang detail. Keadaan saat ini era milenial lebih mengutamakan gaya politik otentik dan politik inklusif yang orisinalitasnya sangat identik, kuat, berkarakter, berkepribadian dan tanpa hasil rekaya apapun. Kepemimpinan itu bukan sekedar dari bagaimana menjaga, membuat, dan membangun image atau Citra melainkan bagaimana menjadi, mengkonsistensikan, dan mengembangkan karakter yang otentik. Gaya-gaya politik pencitraan ini tak akan lagi laku di jual di pasaran rakyat baik dari kalangan bawah, menengah dan atas. Kalau pun ada hanya sedikit jumlahnya layaknya tidak lagi percaya dan daya beli atau daya kepercayaan telah hilang di mata mereka. Politik pencitraan bisa menjadi bumper politik untuk dapat pangging politik yang langgeng dan bisa pula menjadi racun sendiri sehingga justri bumper politik yang menjatuhkan citra diri sendiri. Itulah pentingnya kepemimpinan dalam mengelola negara yang kaya, besar dan luas ini. 

Tidak hanya sampai disitu, situasi Tenggelamnya gaya politik pencitraan ini akan terus menjalar ke segala arah. Karena ia kembali menjadi bumerang membunuh karakter sendiri atas pencitraan yang dibangun diawal namun tak mampu menjaga dan mengensalikannya. Politik pencitraan yang terlalu over san berlebihan dibangun melalui media massa dan online bisa menghancurkan popularitas dan elektabilitas serta solidaritas penggemar, pendukung atau pemilihnya sendiri. Sebab yang namanya pemilih tidak selamanya bertahan pada satu pilihan bila yang dipilih tidak lagi satu tujuan serta banyak memberikan kekecewaan. Sebab dalam gaya politik pencitraan itu selalu membawa narasi dan konten pada politik identitas, rekayasa politik, politik simbolik, dan politiktainment yang artinya selalu membawa lelucon dalam berpolitik sekaligus mengelola negara sehingga berasa ala-ala stand up comedy, srimulat dan republik dongeng. Tentu yang harus dilakukan ialah politik otentik, politik inklusif, politik demkratis, politik adab dan tentunya politik berintegritas atau berkepribadian tunggal tidak menjadi bunglon, kepribadian topeng, replikasi pemimpin pencitraan yang sangat mencemaskan. Maka sebuah harapan ke depan ialah adanya narasi progresif dalam kepemimpinan kebangsaan dengan memberikan teladan serta keadaan politik yang esensial bikan sebatas simbolik, slogannistik dan pencitraan semata.

Minggu, 02 September 2018

Demokrasi Dan Anak Muda


Oleh : Al Azzad 

Kontestasi demokrasi dalam setiap pemilihan Pemimpin selalu memberikan fenomena unik lagi menarik dari masa ke masa. Khususnya di era milenial, dimana anak muda populasinya semakin tinggi dan popularitas terhadap kehidupan kebangsaannya semakin inovatif serta kreatif. Demokrasi kali ini banyak menyentuh kalangan anak muda agar dapat berpartisipasi politik secara aktif dan bijaksana. Sehingga memiliki tanggung jawab secara demokratis terhadap kebangsaannya sendiri. Terlepas dari pergaulan anak muda yang bebas dan menyimpang serta serba instan sehingga tidak dapat menghargai proses sekaligus menghargai yang namanya sejarah serta perjuangan. Namun mereka punya impian di masa depan yang sangat visioner bagi yang memiliki rasa peduli untuk memberikan prestasi dan kontribusi. Karena anak muda jualah yang kelak menjadi Pemimpin masa depan. 

Generasi milenial memang sangat identik kepada kaula muda atau anak muda. Meskipun orang dewasa juga dapat dikatakan sebagai manusia milineal masa kini yang dikarenakan budaya kemajuan teknologi dan informasi yang semakin terbuka lebar. Sehingga setiap orang dapat berekspresi menyampaikan maupun mengungkapkan pendapatnya, perasaannya, pemikirannya, pandangannya dan pilihannya. Akan tetapi anak muda dan demokrasi bisa menjadi jarak yang jauh bila Pemimpin negerinya sangat buruk atau tidak memberikan keteladanan. Justru anak bisa jauh bermasalah jika figur dan tokohnya pun bermasalah. Jadi sangat bahaya untuk membangun karakter anak muda yang berwawasan cerdas intelektual secara nalar. Sosok anak muda dalam dunia politik cukup baik, mampu memainkan perannya sebagai politisi muda yang membawa nama besar partainya sekaligus membawa aspirasi masyarakat untuk diperjuangkannya. Kini anak muda tidak lagi dapat didoktrin, diintervensi secara politik praktis meraih kekuasaan dengan cara-cara yang tidak etis dan egalitier. Karena anak muda sudah memiliki pendirian sendiri karena mampu membaca setiap informati melalui sosial medianya. 

Demokrasi dan anak muda tidak dapat dipisahkan, sebab anak muda juga bagian dari generasi bangsa yang memiliki hak sekaligus kesempatan dalam memimpin bangsa. Hanya saja mereka yang sudah siap secara usia, mental, pengalaman, intelektual, sosial, spritual, manajerial, dan finansial. Hal tersebut bukan tanpa maksud, disadar atau tidak sistem demokrasi itu mahal yang membutuhkan banyak logistik dan biaya Politik. Karena tidak ada makan gratis dalam demokrasi dan demokrasi isinya adalah manusia bukan robot yang hanya dijalankan oleh program. Wilayah yang sangat luas dan besar menjadikan demokrasi itu membutuhkan besar alat, modal, instrumen, kekuatan, dukungan serta pemasukan. Disebabkan karena adanya mesin politik, lokomotif politik dan mekanisme politik yang membutuhkan kompensasi secara wajar. Anak. Muda yang sukses dengan karirnya atau perjalanan politiknya bahkan pendidikan intelektualnya merupakan modal dasar utama, selama memiliki dedikasi dan loyalitas terhadap partai politik pilihannya. Selain itu, korelasi demokrasi dan anak muda milenial ialah terletak pada partisipasi politiknya untuk peduli dan secara sadar memilih mengikuti mekanisme demokrasi melalui pesta dan festival demokrasi lima tahunan di setiap pemilihan. Karena anak Muda Indonesia memiliki hak yang sama sebagai warga negara untuk memilih Pemimpin masa depannya yang akan menahkodai bangsa dan negaranya. 

Anak muda tidak lagi dapat dipandang sebelah mata oleh para politisi maupun orang dewasa. Anak muda milenial saat ini bisa lebih cepat sukses dan kaya raya dengan adanya kemajuan sumber daya informasi dan sumber daya jaringan. Mereka bisa tumbuh suskes sesuai dengan background masing-masing. Demokrasi dan anak muda milenial dalam konteks kontemporer ialah bagian dari budaya konektif kebangsaan membangun kejayaan. Selain itu temasuk bagian dari nilai integrasi antar generasi yang berkolaborasi serta menjadi kombinasi yang fresh, segar bugar lagi mengesankan. Sehingga anak muda akan menjalar kepada sesama generasinya bahkan generasi yang berada di bawahnya dan menyambung pada kalangan perempuan serta orang tua. Tentu anak muda yang dimaksud adalah anak muda milenial yang demokratis menjunjung tinggi nilai kebersamaan yang meneggakkan keadilan serta kesejahteraan serta berpegang teguh pada hukum tidak bertindak secara preventif, subversif, provokatif, persekutif, dan otoritatif. Tentu hal itu dilandasi modal nalar intelektual demokrasi yang dibangun melalui edukasi politik yang dipelajari secara mendalam. Itulah kenapa anak muda selalu menjadi komponen penting dalam demokrasi era milenial masa kini. 

Perlu disadari bahwa relasi antara sistm demokrasi dan anak  Muda milenial menjadi sebuah trend politik yang harus diperhatikan dengan baik. Bila salah momentum, salah mengemas, salah dalam menkampanyekan gagasan atau salah dalam metode persuasi justru akan ditinggalkan oleh kaula muda. Anak  Muda sangat identik dan otentik, atinya identik dengan keterbukaan pemikiran tanpa basa basi atau hanya cuma sandiwara dan otentik sesuai dengan ciri khas dan karakter yang milenial yakni kebutuhan sosial media serta kebutuhan keteladanan sosok yang suskes. Kreativitas anak muda dalam kontribusi demokrasi pun snagat beragam dan menarik. Tidak pernah kehabisan ide dan inovasi, selalu mampu menciptakan suasana demokrasi sesuai dengan gaya dan perilakunya. Karena anak Muda milenial itu tipologinya sangat luas sesuai dengan kemampuan, keahlian dan prestasinya. Yang jelas demokrasi dan anak muda menjadi sinergitas politik yang sangat menjanjikan masa depan, karena suara-suara anak Muda akan tersampikan secara lebih ril dalam bingkai politik kekuasaan agar mendapatkan agenda kebijakan yang memberikan regulasi dan jaminan bagi mereka. Karena berkat anak muda jualah demokrasi menjadi berwarna terlepas sebagaian kecil dari mereka hanya menjadi korban politik sebagai buzzer atau relawan politik tanpa etika. Karena memang sebagain dari mereka hanya menjadi bulan-bulanan politik yang diperalat sebagai mesin Politik yang membawa suasana kegaduhan, kebencian dan adu domba tanpa nalar intelektual sebab telah diracuni oleh nalar finansial dari para mafia politik, bandar politik dan oknum politik praktis.

Tenggelamnya Gaya Politik Pencitraan

Oleh : Al Azzad  Ada masa dimana dulu demokrasi sempat heboh dengan model politik pencitraan yang dikemas apik sedemikian rupa. Dit...