Oleh : Al Azzad
Alkisah suatu negeri yang katanya keadilan tegak dan kesejahteraan tercapai masih dalam slogan harapan rakyat semata. Namun negeri tersebut sedang mengalami pergantian musim, yakni musim pergantian pemimpin yang akan membawa negerinya ke arah yang lebih baik. Di dalam situasi tersebut ada hiruk pikuk masyarakat yang terpolarisasi akibat pemimpinnya yang kurang peka untuk mempersatukan rakyatnya. Sehingga terjadilah dinamika kepemimpinan yang diinginkan baik yang petahana maupun adanya penantang. Semua berlomba dalam perebutan kekuasaan untuk memimpin bangsa dengan caranya dan gayanya masing-masing. Terjadilah kontestasi dan kompetisi untuk meraih kursi kekuasaan di istana negeri yang diagungkan oleh semua kalangan. Sebab bila hak itu dapat diraih, maka roda pemerintahan istana dapat dijalankan sesuai dengan visi yang ada. Hal yang menarik ialah sang petahana sebagai penguasa yang berhadapan dengan sang penantang sebagai kompotitor yang bersaing secara konstitusional dan penuh warna aroma dukungan masing-masing. Hal itu demi untuk merubah suasana kebangsaan yang merupakan kontestasi setiap lima tahunan.
Dalam kontestasi dan kompetisi itu ternyata ada aturan main, sehingga harus saling berkoalisi dan beraliansi untuk bisa mendapatkan hitung-hitungan berlaga karena aturan yang mengikat. Maka langkah selanjutnya ialah mencari teman koalisi untuk memperkuat barisan, dukungan serta kekuatan dalam merebut kursi kekuasan tertinggi di negeri permai ini. Saling berhubungan, berkunjung, bersilaturahmi dan bermanuver secara politik agar dapat mengerakkan kekuatan organisasi di setiap laga kontestasi tersebut. Hal yang sedikit diuntungkan ialah posisi petahana sebab kursi kekuasaan masih dapat dirasakan. Sedangkan penantang pun sama halnya sedikit diuntungkan sebab masih segarnya dukungan yang ada. Perhelatan ini cukup dinamis dan memberikan ketegangan publik, dikarenakan teka teki terhadap strategi yang sulit ditebak membuat banyak persepo sekaligus banyak penilaian yang membingungkan rakyat itu sendiri. Menjadi pemimpin bangsa itu ternyata tidaklah mudah, butuh perjuangan dan pengorbanan yang besar untuk meraihnya yang tentunya tidak murah dan mudah. Ada banyak hal yang mesti harus dilakukan agar sampai pada kursi kekuasaan di istana nanti.
Antara sang petahana dan penantang itu memiliki gayanya masing-masing. Sang petahana yang akhirnya berkoalisi gemuk dan besar membuat sang petahana memiliki strategi yang dirasa lebih jitu. Namun begitu pun sebaliknya sang penantang pun memiliki taktik jitu yang membuat publik dan petahana pun tidak menyangka untuk membacanya. Apapun alurnya diantara keduanya ialah menuju muara aliran kekuasaan di istana negeri nanti. Petahana memiliki banyak instumen mulai dari media maupun institusi sehingga peluang lebih dianggap paling besar. Penantang memiliki jalan lain sehingga strategi untuk mencapai kemenangan pun dilakukan dengan kuat. Optimisme masing-masing pun terbangun agar semangat kontestasi dapat dihadapi dengan segala keadaan. Saling lirik antar kontestan baik petahana dan penantang adalah hal yang biasa untuk melihat modal kekuatan masing-masing. Rakyat dan publik yang justru penasaran akan ke manakah cerita kompetesi ini nantinya berlabuh dan berakhir.
Baik yang menginginkan untuk melanjutkan serta yang menginginkan pergantian serta perubahan adalah hal sangat yang wajar dalam kontestasi politk demokrasi menuju kursi kekuasaan agar menjadi penguasa. Tentunya moralitas dan integritas harus dijaga sebagai prinsip dasar kebangsaan agar persatuan serta kesatuan selalu terjaga. Tentu harapan baru di tahun depan adalah hal yang perlu didapatkan dan diperjuangkan oleh rakyat dan publik tentunya. Jangan sampai kesalahan di masa lalu kembali terjadi, sehingga kesejahteraan terasa mahal dan keadilan tidak pernah pasti. Sebab siapapun yang akhirnya menjadi pemenang dan penguasa wajib untuk merangkul, mengayomi dan menjaga seluruh anai bangsa agar tetap terjaganya keharmonisan bangsa. Tidak ada kekacauan dan kerusuhan akan tetapi tetap menjaga semangat baru yang harus dibangun.
Sebagai pendukung dan sebagai simpatisannya pastilah ada yang merasa kecewa baik dari petahana maupun penentang. Sebab kontestasi pada akhirnya mewajibkan untuk berkoalisi yang terpilih hanyalah dua pasangan, maka pendukung militan sebagian pengusung tentu ada yang tidak puas dan ada yang kecewa. Tapi itulah dinamika politik penuh warna, penuh strategi, penuh teka teki yang tidak akan pernah secara mudah ditafsirkan oleh publik. Setiap masa pemimpin pasti memiliki ciri khasnya masing-masing dan memiliki konteksnya masing-masing dalam membawa kepemimpinan negara. Apapun itu harapannya ialah tentu tetap menjaga persatuan, menjaga kerukunan dan menjaga solidaritas kebangsaan. Sebab ini adalah persaingan anak bangsa dalam merebut kekuasaan secara politik praktis dan bukan sedang melawan musuh penjajah, jadi tidak perlu adanya sikap negatif yang berlebihan nantinya. Saling mendukung secara bijak dan dewasa tanpa harus merasa jumawa yang akan memunculkan sentimen dan konflik antar sesama, karena keteladanan dan keadabaan ialah hal mutlak secara bersama demi bangsa, negara dan agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar