Rabu, 06 Juni 2018

Ketika Pedoman Al-Qur'an Dikesampingkan


Oleh : Al Azzad 

Kehidupan yang semakin kompleksitas ini menuntut kita sebagai umat muslim juga harus mampu berbuat secara totalitas pula. Banyaknya fenomena yang terjadi dan selalu bersinggungan dengan agama yang membuat berbagai pihak dan elemen menjadi sentimen karenanya. Sehingga kita akan melihat mana muslim yang benar taat dan mana pula muslim yang memiliki cover taat tapi sebenarnya munafik. Memang jastifikasi terhadap muslim lainnya untuk mengatakan secara tegas mengenai predikat kafir atau munafik tidak dibenarkan pula dalam Islam. Tapi kita bisa melihatnya dari retorikanya yang dikeluarkan secara lisan, dari tulisannya yang dikeluarkan melalui buku/risalah, dan dari perbuatannya yang dikeluarkan dari sikpanya atau cara mengambil sikapnya. Islam datang bukan menjadikan manusia tergolong eklusif secara sosial, melainkan menjadi inkulsif terhadap masyarakat karena menawarkan kesejahteraan, keadilan, keharmonisan, kedamaian dan ketentraman. Problemnya adalah ketika umat Islam yang semakin lemah dan tak berdaya dari segi kekuatan baik normativitasnya maupun historitasnya tak lagi terjaga dan terakui oleh umatnya sendiri yakni Islam. Ada pemahaman yang salah dan menyimpang dalam memahami agama, agama bukan lagi sebuah tujuan akhir melainkan menjadi alat untuk mencapai proses tujuan yang orientasinya adalah Al-Qur’an hanya sebagian terpakai atau disebut dengan potongan kutipan tanpa mengutip keseluruhan.

Ketika Al-Qur’an dikesampingkan oleh masyarakat khususnya umat Islam, maka konsep Living Qur’an dalam tatanan kehidupan bernegara sebagai bentuk mekanisme dan prosedurnya akan menjadi mati dan tidak bernilai. Sebab, empowerment Al-Qur’an terhadap diri manusia itu sudah hilang, terhapus, musnah dan tidak terbaca lagi. Keteraturan atau sistematika kehidupan yang sudah sangat ideal namun eksistensi dan makna Al-Qur’an dikesampingkan, maka pada dasarnya sistematika itu akan hancur secara perlahan pula dengan sendirinya yang dapat terlihat dari fenomena yang ada dan akan terlihat itu adalah ulah manusia yang jauh dari pedoman. Bukan berarti mereka tidak mengerti ataupun tidak membaca Al-Qur’an secara teks atau letterlek melainkan tidak membaca secara kompleksitas yang terkandung dari segi tekstual dan kontekstual, dari segi harfiah dan terminologis yang dipahami dengan benar. Bahwa benar adanya bila kita sudah jauh dari Al-Qur’an atau mengasimpangkan Al-Qur’an saja maka kita tidak lagi melihatnya sebagai soul maupun jiwa dalam pedoman melainkan hanya sebuah bacaan.

Analoginya adalah sama ketika memiliki sesuatu atau sudah terikat dengan seseorang, lalu kita mengesampingkannya maka semua akan berdampak dan memberikan efek yang akan jauh berbeda. Padahal diawal kita sudah meyakininya dan bahkan memegang eratnya. Itulah kenapa Al-Qur’an harus kita posisikan sebagai pusat atau center of point yang akan membawa kita dalam kehidupan yang dijalani secara fisik (hidup) maupun yang akan kita jalani hidup ini secara tidak lagi berbentur dengan fisik (mati).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tenggelamnya Gaya Politik Pencitraan

Oleh : Al Azzad  Ada masa dimana dulu demokrasi sempat heboh dengan model politik pencitraan yang dikemas apik sedemikian rupa. Dit...