Oleh : Al Azzad
Sistem demokrasi menjadi rumah bersama dari berbagai paham dan ideologi untuk memainkan peran serta agendanya masing-masing. Di era reformasi gong dan gaung kebebasan semakin melebar sekaligus meluas di setiap aspek dalam urusan kenegaraaan. Semua dengan prinsip dasar, pondasi fundamental, agenda kepentingan, dan eksistensi kekuasaan yang disusun sedemikian rupa guna menata kehidupan berbangsa maupun bernegara. Aspek politik khususnya, menjadi bagian penting dan dominasi utama dalam menentukan arah kebijakan nantinya bila telah memegang kekuasaan melalui mekanismenya yang telah dilegitimasi. Tak jarang memang politik hanya selalu dikuasai dan dimenangkan oleh para elit, mafia, korporasi, bandar, bandit, dan agen-agen yang terus bermain di dalamnya dari skala lokal, regional, nasional maupun internasional. Semua memiliki kepentingan, sehingga tak pernah lepas dari campur tangan baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Perhatian khusus tersorot pada paham Liberalisme, Sekularisme, Kapitalisme dan Komunisme yang meski telah lama dibubarkan sesuai dengan aturan hukum yang telah berlaku. Paham-paham tersebut memang sangat luas kebebasannya dalam mengurusi negara untuk membangun segala sektor pembangunan. Tak jarang semua aturan pun dapat merusak falsafah Pancasila dan Uud 1945 maupun aspek Agama. Sehingga segala hal dapat dilakukan dengan menghalalkan segala cara, sebab semua hal menjadi hal bila telah diputuskan secara bersama. Sehingga tak peduli haram karena haram pun dapat menjadi halal bial telah disepakati dikarenakan para aktor yang tidak berlatar belakang dengan agenda Agama. Semua hal bisa dihantam atas nama undang-undang dan mampu mencari celah-celah hukum sekaligus drama pembenaran bila kekuatan kekuasaan berada ditangan. Akhirnya segala apa yang telah dimiliki negara pun dihabiskan menjadi kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Ini bukan berarti menentang demokrasi, melainkan sebuah fenomena terburuk bagi kaum yang menjunjung tinggi nilai Agama dan Pancasila.
Unsur mayoritas dan minirotas pun tak menjadi hal penghambat, meski negara ini mayoritas Agama Islam namun agenda Islam sangat sedikit ruang dan spacenya kalau pun ada hanya sebagian kecil saja itu pun masuk pada ormas atau kelompok tertentu saja. Sebab yang dipakai memang bukan nilai ajaran agama Islam melainkan paham dan ideologi itulah yang menjadi ide sekaligus pondasi dalam menyusun agenda kekuasaan. Kalaupun Islam menjadi sebuah paham dan ideologi yakni Islamisme, maka dianggap sangat radikal, ekstrim dan berpotensi mengulang sejarah kelam dari kebangkitan pemberontakan kelompok ekstrim kanan yang meskipun pada dasarnya bagian dari perlawanan terhadap kelompok ekstrim kiri yang sama-sama dilarang secara hukum. Islam di negeri ini pun secara umum tergambarkan dan dikategorisasikan setidaknya menjadi tiga bagian yakin Islam kanan, tengah dan kiri yang semua dapat terintegrasi, terkoneksi dan terinjeksi dengan paham maupun ideologi-ideologi yang ada. Sehingga menganut paham Dualisme-Agama yakni beragama sekaligus menganut paham baik Liberalisme, Sekularisme, Kapitalisme, Komunisme dan paham lainnya. Itulah kenapa istilah dari Islam Liberalis, Islam Kapitalis, Islam Seklueris, Islam Komunis, Dan istilah lainnya. Karena memang secara individu jika dilihat aktornya mayoritas beragama Islam namun agendanya sesuai agenda paham yang dianut.
Sehingga istilah halal-haram-hantam-habiskan itu memang benar adanya di negeri dan bangsa ini. Tak peduli dari latar belakang agama apa, karena secara prinsipnya hampir sama yang membedakan hanya pada pilihannya masing-masing. Inilah yang menjadikan negeri ini jauh dari perjuangan para pendahulu yang memang sangat idealis dan idelogis namun berada pada tataran menegakkan keadilan, kesejahteraan dan ketuhanan secara benar tidak terkontaminasi virus 4 H tersebut. Inilah yang dinamakan virus, wabah, penyakit dan kuman di dalam demokrasi Indonesia yang harus dihancurkan, dimusnahkan dan ditenggelamkan oleh pada manusia yang berprinsip jauh lebih mulia. Jangan sampai komponen demokrasi baik itu legislatif, ekskutif dan yudikatif diisi oleh manusia tidak berintegritas dan bernilai. Sehingga negara dapat berjalan lebih cepat bergeraknya dengan budaya berkemajuan dan keikhlasan dalam membangun bangsa ke depan yang lebih baik.
Hal ini menggambarkan realitas dan keadaan yang begitu nayata serta bukan menjadi makar bagi negara Indonesia. Melainkan sebagai bentuk keprihatinan atas kerusakan sistem negara, sehingga rakyat secara keseluruhan perlu diedukasi, diajarkan, ditanamkan pendidikan politik sejak dini dengan nilai-nilai yang bermartabat. Jangan sampai virus 4 H dari halal-haram-hantam-habiskan menggerogoti APBN/APBD dengan cara-cara dan tangan-tangan kotor tidak bertanggungjawab. Negeri ini harus dibangun atas dasar prinsip sekaligus azas ketuhanan agar mendapatkan kemulian, keberkahan dan kemakmuran. Wajah bangsa ini jangan dirusak dengan sebuah sistematika dan struktur yang cacat, amoral dan destruktif. Melainkan mesti dibangun, dikembangkan, dan ditanamkan benih serta bibit berkualitas yang tidak akan melumpuhkan pondasi dasar negara yang baik serta mampun membendung serangan-serangan kepentingan dari arah mana saja serta dari isu-isu apa saja bahkan dari agen-agen manapun, sebab ini negeri BekeTuhanan yang Maha Esa dan bukan negeri Menuhankan Manusia menjadi Maha Kuasa atas segalanya. Belajar dari sejarah panjang bangsa sendiri maupun bangsa lain, kemudian lalukan sebauh terobasan kemajuan tanpa menghapus dan menenggelamkan sejarah hanya karena ambisi-ambisi ingin merebut bangsa yang besar dan berlimpah ini. Karena ini bangsa yang besar, maka masyarakat ataupun rakyatnya adalah masyarakat yang BerkeTuhanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar