Oleh : Al Azzad
Era Milenial telah menampilkan wajah baru generasi muda dalam kehidupan sehari-hari. Budaya digital, gudget, sosial media, dan aktivitas cyber lainnya menjadi pola hidup masa kini. Begitu aktif di dunia maya seakan melampaui batas-batas dan mampu menguasai dunia dalam genggaman sekaligus dalam hitung detik. Namun menjadi kaku serta beku di dunia nyata seakan dunia begitu berat sehingga sangat apatis dan skeptis terhadap segala problematika sosial. Menjadi bangga dengan karakter pribadi yang eksis karena jalan narsis dengan banyakanya pengikut, penonton, pemuja, pendukung, pecinta, pembenci dan semuanya melebur jadi satu. Semakin banyak dan popular di sosial media maka semakin mendapatkan panggung ketenaran yang tergantung bakatnya bisa dalam entertainment, infortainment, edutainment, polithictainment, sociotainment, dan lain sebagainya yang akhirnya menjadi ajang hiburan, ketenaran, popularitas serta pengakuan.
Generasi milenial di kalangan mahasiswa khususnya semakin mulai bergeser perkembangannya. Kini generasi menjadi miskin literasi namun kaya eksistensi, pola pikir sangat apatis dan realistis sehingga sulit menemukan yang masih ideologis dan idealis. Mahasiswa milenial tidak lagi hanya kehilangan idealitas melainkan untuk mengimbangi dengan realitas saja sudah tidak ada bahkan realitas saja redup menjadi mahasiswa kreativitas yang transaksionalitasnya tinggi maupun tingkat popularitas yang terus dikembangkan. Jadilah mereka mahaiswa aktivis sosial media yang juga tidak kaya pemikiran sehingga tak pernah ada kontribusi, solusi dan progres yang bisa diberikan untuk membangun bangsa yang besar ini. Semua terjebak pada budaya konsumtif aplikasi, konsumtif fashion, konsumtif ane food, konsumtif traveling, dan lain sebagainya. Kompetisi dalam setiap ajang prestasi pun sangat relatif kecil, prestasi mulai bergeser dengan bermodalkan viral bila mendapatkan panggung popularitas secara mendadak dengan adanya booming yang kuat. Hal ini pun menjalar kepada kalangan pelajar, remaja dan anak-anak sehingga semua terbolak balik.
Setiap ada perosalan bangsa terkait kebijakan kontroversial ataupun musibah kebencanaan, berita aktual, informasi korupsi, kegaduhan sosial semua hanya cukup dengan membuktikan suara-suara kicauan di sosial media semata. Tiada lagi aksi, gerakan, demonstrasi, panggung keadilan atau semacamnya yang hadir di permukaan melalui para aktvis mahasiswa. Semua berada pada almamater masing-masing dengan tingkat kesibukan akademik yang tak bisa ditinggalkan akibat mengikatnya aturan. Ruang yang dapat dicapai semakin sempit, sehingga lebih ditekankan pada kegiatan prestatif bersifat minat, bakat, hobby, kemampuan dan kegemaran para mahasiswa. Lebih garang di dalam kampus agar terlihat populer atau senioritas atau kebanggaan lainnya. Bila pun ada sebuah gerakan aksi maupun demonstrasi telah menjadi fenomena transaksional, aksi tebengan, maupun digerakkan karena adanya kepentingan individu ataupun kepentingan kelompok ataupun kepentingan korporasi ataupun kepentingan yang sangat profit oriented. Sehingga aksi pun tak lagi murni Idealisme dan ideologi dari para aktivis mahasiswa melainkan aksi tebengan bersifat politis melalui jalur-jalur dukungan kontrak politik.
Meredupnya gerakan aktivis mahasiswa menjadi fenomena agen of chage terburuk di era milienial. Suara tergadaikan, idealisme terbayarkan, pemikiran tergeserkan, kekuatan tesudutkan, keberanian terhapuskan dan perubahan terasingkan. Suara hati nurani, suara yang mendengar setiap jeritan rakyat kecil, rakyat tertindas dan rakyat lemah tak lagi dapat didengarkan sehinga tidak peka, non empati bahkan acuh pada lingkungan kondisi masyarakat sektiarnya. Pada akhirnya hanya berbangga dengan aksesoris yang dimilikinya baik dari kendaraannya, kampusnya, pakaianya, nilainya, gudgetnya, sosial medianya, status sosial dan sebagainya yang dimiliki. Mulai adanya stigma dan paradigma bahwa dengab adanya sebuah gerakan, aksi, demonstrasi atau yang lainnya dapat menbuat gaduh kebangsaan, membawa ketidakharmonisan sekaligus ketidaknyaman, memberikan sentimen yang tinggi, dan mengganggu aktivitas lainnya. Semua karena kehilangan nilai yang sangat esensial di seluruh elemen dan lapisan masyarakat di era milenial ini.
Sudah saatnya mahasiswa bangkit dari tempatnya dengan warna baru yang mencerahkan di era milenial ini. Jangan jadikan alasan-alasan anomali dan fiktif sebagai senjata argumentasi hanya karena fenomena telah berubah. Karena bangsa ini membutuhkan para aktivis mahasiswa yang terpanggil jiwa raganya, rasa solidaritasnya, nilai kemanusiaannya dan seluruh tumpah darahnya untuk membangun, menjaga, merawat, mengawasi, mengembangkan, mengelola, dan mengatur segala tatanan kehidupan yang berkeadilan, berkeadaban dan berkemajuan. Semua tentunya untuk seluruh manfaat nusa bangsa dan agama dalam bingkai NKRI yang tercinta ini. Mulai peka dengan segala isu, diskursus, persoalan, problematika, berita, dinamika, perkembangan dan segalanya agar membawa bangsa ini berada di jalan undang-undang seperti yang telah dicita-citakan oleh para pendahulu. Karena dari para aktvis mahasiswa inilah bangsa ini akan bermartabat, berbudaya, dan bekualitas. Jangan sampai kalah dengan konstetasi dunia internasional serta mampu melakukan resistensi terhadap segala proaganda sekaligus konspirasi jahat yang terus menggempus bangsa ini baik secara langsung maupun tidak langsung dan tetap berada pada jalur konstitusi yang benar untuk membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jawabnya Al Qur'an Surah Ali Imron : 104.arinya Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat Islam yang mengajak kepada yang makruf,mencegah daripada yang mungkar,dan mereka itulah orang-orang yang beruntung...jihadu Fii Sabilillah....apapun bentuk
BalasHapus